Setangkai Nasehat untuk Muslim Malaysia: Menyikapi Gejolak Politik Masa Kini.
~Belajar dari Pengalaman Pahit REFORMASI di Indonesia~
Disusun oleh: Abu Muhammad Waskito (Penulis Muslim di Indonesia)
Bismillahirrahmaanirrahiim. Alhamdulillahi Rabbil ‘alamiin. As shalatu was salamu ‘ala Rasulillah Muhammad, wa‘ala alihi wa ashabihi ajma’in. Amma ba’du.
Mukaddimah
Baru-baru ini saya membaca majalah Sabili, terbit di Jakarta, No. 25/Th. XV/26 Juni 2008 M. Disana ada sebuah tulisan menarik berjudul, "Malaysia yang Mendidih". Tulisan ini merupakan laporan perjalanan wartawan Sabili ketika baru-baru ini berkunjung ke Malaysia. Semula saya tidak terlalu peduli dengan tulisan itu, sebab saya anggap tulisan politik biasa. Soal politik, bukan perkara aneh lagi di tengah-tengah masyarakat kami. Ia seperti makan sehari-hari di saat pagi, siang, dan malam. Tetapi dalam tulisan itu ternyata banyak info-info politik masa kini di Malaysia.
Setelah saya membaca tulisan itu sampai selesai, ternyata situasi politik di Malaysia sedang panas, penuh kericuhan, silang pendapat satu sama lain. Surat kabar Republika terbitan Jakarta, juga memuat info-info semisal itu. Berita yang dimuat di Republika tidak berbeda jauh dengan berita yang dimuat majalah Sabili. Dapat disimpulkan, kondisi Malaysia saat ini sedang genting, proses politik memanas, sitegang meluas.
Jika melihat kondisi seperti itu, saya teringat pengalaman kami tahun 1998 dulu, sebelum Presiden Soeharto turun dari posisinya sebagai Presiden RI. Kondisinya sangat mirip, meskipun ada perbedaan-perbedaan. Indonesia ketika itu berada dalam kegentingan besar, dunia internasional menyaksikannya. Saya khawatir, Malaysia juga akan mengalami kondisi yang sama, sehingga negara ini dikhawatirkan akan mengalami guncangan-guncangan hebat sebagaimana kami alami setelah Reformasi 1998.
Di hari ini kami banyak menyesali sikap tergesa-gesa para mahasiswa, generasi muda, para politisi, atau gerakan Islam yang waktu itu sangat menuntut Reformasi. Setelah 10 tahun berlalu, Reformasi hanya memberi kepuasan dalam soal politik, tetapi dalam perkara kesejahteraan, harta benda, kedamaian sosial, moralitas, kesatuan negara, sampai masa depan negeri kami hancur karena Reformasi. Dalam soal politik, Indonesia adalah surga, tetapi dalam masalah sosial-ekonomi, kehidupan kami mengalami kerusakan luar-biasa.
Alangkah sedihnya, jika kondisi politik Malaysia saat ini akan berkembang menjadi Reformasi palsu, seperti yang kami alami selama 10 tahun terakhir (1998-2008). Apa yang akan terjadi jika konsep fundamental negara Malaysia kemudian berubah menjadi sistem liberal, seperti yang terjadi di Indonesia? Sungguh, yang akan beruntung disana adalah para pemodal besar, baik pemodal asing maupun lokal, sedangkan yang akan sangat menderita adalah masyarakat Malaysia, khususnya umat Islam.
Menyadari kenyataan di atas, saya beranikan diri menyusun tulisan berisi nasehat ini untuk kaum Muslimin di Malaysia. Saya sadari, apalah artinya diri saya sehingga harus memberi nasehat untuk sebuah bangsa yang selama ini banyak dipuji-puji karena keberhasilannya? Namun niat saya, ingin menasehati sesama Muslim agar terhindar dari musibah besar yang bisa menimpa. Kami telah sama-sama merasakan betapa pahit akibat dari kesalahan politik yang kami lakukan sejak 10 tahun lalu. Kehidupan masyarakat tidak menjadi lebih baik, malah menjadi sangat buruk, jauh lebih buruk dari keadaan di jaman Pak Harto dulu. Rakyat Malaysia sendiri telah sama-sama tahu, demi mencari income, banyak warga kami menjadi pekerja illegal di Malaysia. Itu baru satu bukti di antara sekian banyak bukti, bahwa kehidupan kami semakin sulit setelah Reformasi. Padahal dulu kami tidak pernah sehina keadaan di masa kini.
Mengapa bisa menjadi demikian, padahal Reformasi adalah perbaikan? Semestinya, jika ada perbaikan, kehidupan akan menjadi lebih baik. Secara teoritikal Reformasi memang perbaikan, tetapi kenyataan yang kami alami selama 10 tahun ini ternyata bukan Reformasi, melainkan LIBERALISASI (penerapan sistem liberal di segala bidang).
Masyarakat kami, seperti rumpun warga Muslim Nusantara lainnya, tidak cocok dengan sistem liberal, sebab karakter kita bukan bangsa liberal seperti Amerika. Itulah sebab penderitaan kaum Muslim di Indonesia saat ini.
Ketua Dewan Pembina organisasi Islam Dewan Dakwah Islamiyyah Indonesia (DDII), KH. Cholil Badawi, mengatakan, "Warna dominan sistem yang kini dikembangkan rezim demi rezim Reformasi, pasca jatuhnya presiden Soeharto 1998, sangat pekat model liberalisme. Bahkan dalam berbagai penerapan rezim liberal di Indonesia jauh lebih liberal dibandingkan di negara Barat asal ideologi itu. Tapi apa yang diperoleh bangsa ini setelah Reformasi berjalan satu dekade?...Indonesia sungguh terpuruk tahun demi tahun Reformasi yang terus berjalan. Kini bangsa Indonesia telah dimasukkan kategorinya sebagai negara gagal (Failed State), karena kepemimpinan yang lemah, ekonomi yang terus-menerus merosot, korupsi dan kriminalitas menyebar, dan sistem demokrasi (yang amat dibanggakan) itu, tapi ternyata telah gagal diterapkan untuk mewujudkan kesejahteraan bangsa Indonesia." (Suara Islam, edisi 44, 16-29 Mei 2008 M, halaman 30).
Bagaimanapun kita adalah Muslim dan terikat Ukhuwwah Islamiyyah, sehingga satu sama lain memiliki tanggung-jawab untuk tolong-menolong dan nasehat-menasehati dalam kebaikan.
"Tolong-menolonglah kalian dalam kebajikan dan taqwa, dan janganlah kalian tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan." (Surat Al Maa’idah: 2).
"Demi waktu, sesungguhnya manusia itu berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih, yang nasehat-menasehati dalam kebenaran dan kesabaran." (Surat Al ‘Ashr).
Melalui tulisan ini saya menghimbau kaum Muslimin di Malaysia agar tidak terjerumus malapetaka seperti yang telah menimpa bangsa kami. Selagi masih ada waktu aturlah energi politik sebaik mungkin, jangan sampai nanti Anda kehilangan negeri Malaysia yang makmur, damai, dan sejahtera hanya karena hawa nafsu politik. Sungguh, penyesalan di kemudian hari sangat sangat menyakitkan. Para ahli politik (politisi) Indonesia yang dulu keras menuntut Reformasi, saat ini mereka bersembunyi, tidak mampu bertanggung-jawab atas malapetaka yang mereka buat. Apakah Malaysia mahu mengalami nasib yang sama?
Semoga nasehat ini berfaidah bagi Anda semua, dan juga bagi kami. Mohon dimaafkan atas segala kesalahan dan kekurangan yang ada. Semoga Allah menyelamatkan umat Islam di Malaysia dari bencana dan malapetaka. Dan semoga pula Allah menolong kami di Indonesia, untuk melakukan reformasi (perbaikan) terhadap gerakan "Reformasi" yang telah membawa banyak malapetaka itu. Amin ya Arhamar Rahimin.
Catatan penting:
Tulisan ini boleh disebarkan seluas-luasnya. Boleh di-copy, di-print, dibukukan, diperbanyak, dan lain-lain. Namun tidak diperkenankan ada perubahan, pengurangan, atau penambahan isi tulisan. Sangat dianjurkan tulisan ini diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu, agar lebih mudah dipahami oleh masyarakat Malaysia. Jika ada saran, kritik, atau diskusi, silakan dikirim ke e-mail kami: areabuku@gmail.com. Atas semua dukungan dan pertolongan Anda bagi tersebarnya kebaikan-kebaikan, semoga Allah memberi pahala yang melimpah. Allahumma amin.
Kenyataan Politik di Malaysia
Dalam tulisan berjudul "Malaysia yang Mendidih", dimuat di majalah Sabili No. 25/Th. XV/26 Juni 2008, halaman 71-75, terdapat berita-berita seputar perkembangan politik masa kini di Malaysia, antara lain:
- Tsunami politik yang terjadi di Malaysia, pasca Pemilu ke-12, mengantarkan negara ini pada babak baru. Babak yang tidak ringan, penuh konflik dan sitegang.
- Kelompok Pakatan Nasional dalam pemilihan umum meraih kemenangan di 5 negara bagian
Malaysia.
- Mantan PM Malaysia, Dr. Mahathir Muhammad menyatakan mundur dari UMNO, jika Dato Seri Abdullah Badawi tidak mundur dari jabatannya selaku PM Malaysia. Keputusan Mahathir mundur salah satunya karena provokasi seorang anggota PAS, Haji Ismail Wan Teh.
- Sri KS. Nijhar, dari kelompok MIC yang berbasis komunitas India, menyatakan mundur dari MIC. Sementara MIC adalah partai pendukung Barisan Nasional.
- Wilayah Selangor, dengan motto Darul Ehsan, menolak konsep Islam Hadhari yang disuarakan oleh PM Abdullah Badawi. Menurut Mohammad Azmi Abdul Hamid, presiden TERAS, cukup disebut Islam saja, tak perlu menambah perkataan apapun di belakangnya (semisal Islam Hadhari), karena dikhawatirkan akan membuat kerancuan dan merendahkan ajaran Islam.
- Kerajaan Kedah, menolak Khutbah Jum’at yang mewajibkan para khatib membaca naskah khutbah dari pusat.
- Lim Kit Siang, menggugat hak-hak istimewa masyarakat Melayu dibanding dengan masyarakat China dan India di Malaysia.
- Hindraf demo menuntut hak-hak orang Hindu di Malaysia, berakhir rusuh pada tahun 2007 lalu. M. Manoharan ditangkap karena alasan ISA, lalu dipejarakan di Shah Alam. Meskipun begitu, setelah pemilihan umum, dia mendapat satu kursi di parlemen.
- Ezam Mohammad Nor, mantan Ketua Pemuda Partai Keadilan Rakyat, bergabung dengan UMNO.
- Harga premium di Malaysia naik 40 % menjadi 2,70 RM.
- 12 Juli mendatang, rakyat Malaysia mengancam akan melakukan aksi turun ke jalan (demonstrasi).
- Dan lain-lain.
Situasi seperti di atas tidak jauh berbeda dengan kenyataan yang dulu kami alami di tahun 1998, sebelum Presiden Soeharto turun dari jabatannya. Ketika itu wibawa pemerintah jatuh, sebab dikecam dari sana-sini.
Cara Pandang Keliru
Setelah menyebutkan berita-berita seputar perkembangan politik masa kini di Malaysia, wartawan Sabili membuat kesimpulan:
"Kemenangan Pakatan Rakyat atau Barisan Alternatif atas Barisan Nasional dan UMNO di 5 negara bagian di Malaysia ini, lebih karena kemarahan dan kekecewaan rakyat pada partai berkuasa. Ada perjuangan untuk memenangkan keadaan, tapi kemuakan rakyat atas segala ketidak-adilan, korupsi, dan kecurangan, yang lebih menentukan."
Kesimpulan seperti itu terlalu terburu-buru, emosional, tidak menimbang persoalan politik secara bijaksana. Kami dulu mendapati sangat banyak analisis seperti itu. Waktu itu banyak sekali politisi dan aktivis politik yang marah, kecewa, muak, menghujat, mengutuk Soeharto. Tetapi waktu kemudian membuktikan, bahwa ungkapan "marah" dan "muak" tidak memberi faidah apa-apa. Jika waktu itu kami lebih bersabar, tidak terkena provokasi pandangan para ahli politik, suara-suara mahasiswa, dan opini sesat media, mungkin bangsa kami tidak akan menderita seperti saat ini. Tetapi apa hendak dikata, takdir Allah Ta’ala telah menentukan demikian, sehingga kami harus sabar menghadapinya.
Masalah politik adalah perkara yang sangat menentukan perjalanan sebuah bangsa, menentukan kehidupan rakyat. Oleh itu, memandang perkara politik tidak boleh secara sempit, hanya memandang keadaan yang ada di depan mata. Ahli politik sejati akan menghitung banyak variable, sebelum membuat kesimpulan, misalnya membaca sejarah politik suatu negara dalam 20 tahun terakhir, membaca situasi politik regional, membaca politik dunia, dan sebagainya. Jika tidak demikian caranya, maka bidang politik akan dikuasai oleh orang-orang yang berwawasan sempit.
Inilah "Situasi Provokasi"
Saya memandang, situasi politik di Malaysia saat ini bukanlah kenyataan sebenarnya. Apa yang sedang ramai berkembang di tengah masyarakat Malaysia adalah "situasi provokasi". Masyarakat Malaysia sedang diprovokasi oleh para ahli-ahli politik, pemimpin partai politik, mahasiswa, para aktivis pergerakan, media massa, juga oleh kekuatan-kekuatan asing. Tujuannya, biar timbul temperatur politik yang sangat panas dan high pressure. Jika sudah begitu, nanti kepemimpinan negara akan jatuh, sehingga Malaysia berada dalam keadaan tidak stabil.
Kondisi yang dihadapi PM Abdullah Badawi saat ini sama seperti kenyataan yang dihadapi Presiden Habibie waktu itu. Habibie terus-menerus dimusuhi oleh kalangan sekular radikal yang tidak mahu keadaan nasional menjadi lebih aman, tertib, dan sejahtera secara ekonomi. Mereka mendesak Habibie secepatnya turun dari jabatan presiden, biar planning untuk memantapkan sistem liberal di Indonesia berjalan lancar.
Media massa, ahli-ahli politik, pemimpin partai, aktivis gerakan, mahasiswa, dan lainnya di Malaysia saat ini bersuara keras mengecam pemerintah, mengecam korupsi, nepotisme, ketidak-adilan, dan kecurangan. Tetapi sebenarnya, perbaikan kondisi itu sulit diwujudkan dengan cara emosional, kemarahan, apalagi kekerasan.
Ingatlah, bulan Juni 1988 terjadi tragedi besar di lapangan Tiananmen Beijing China. Waktu itu Partai Komunis China menumpas demonstran pro demokrasi? Apakah setelah itu gerakan pro demokrasi disana memenangkan pertarungan? Tidak pernah menang, selain jatuh korban ribuan orang. Bahkan para pendukung demokrasi saat ini "diaspora" di berbagai negara.
Perbaikan secara emosional bisa saja terjadi, tetapi ia akan meminta korban yang sangat banyak. Dan biasanya hal itu akan meninggalkan dendam politik berkepanjangan.
Kami ingat peristiwa di Tanjung Priok Jakarta Utara, 12 September 1984 lalu. Waktu itu disana terjadi tragedi berdarah yang sangat mengerikan. Ada yang mengatakan, korban jatuh dalam peristiwa Tanjung Priok mencapai 400-an orang. Sebelum peristiwa itu terjadi, Allahuyarham Buya M. Natsir, Ketua Umum DDII waktu itu, mengingatkan para dai dan muballigh agar hati-hati jika berceramah di Tanjung Priok. Beliau melihat disana para pemuda diprovokasi untuk bersikap radikal. Jika sudah radikal, mereka akan sangat melakukan tindakan-tindakan di luar kontrol (out of control).
Contoh serupa, yakni tragedi berdarah di Aljazair tahun 90-an, setelah FIS menang pemilu secara mutlak. Saat itu, situasi politik sangat panas, temperatur konflik sangat panas. Tetapi akibat yang kemudian terjadi bukan kemakmuran, kedamaian, dan kemenangan, tetapi banjir darah dimana-mana. Hingga Presiden Syadjali bin Jadid terbunuh secara tragis. Bukan karena rakyat Aljazair tidak tahu mana keadilan, mana kezhaliman, tetapi situasi konflik yang sangat panas akan membukakan pintu-pintu bagi kekuatan asing untuk memperkeruh situasi domestik.
Rakyat Malaysia harus bisa membedakan, mana pergerakan politik murni yang menghendaki perbaikan, dan mana provokasi yang ditujukan untuk membuat rakyat marah, beringas, radikal, dan lainnya. Dengan teori apapun, di negara manapun, perbaikan sistem negara tidak bisa ditempuh dengan emosi, kemarahan, kemuakan, pertikaian, saling serang, saling hujat, dan sebagainya. Cobalah cari di seluruh dunia, adakah sebuah bangsa di muka bumi yang berdiri kokoh di atas azas kemarahan, kebencian, permusuhan, atau sifat tergesa-gesa?
Dalam situasi seperti ini, mudah membedakan antara orang-orang yang ikhlas menginginkan perbaikan dan orang-orang yang sengaja memanaskan situasi untuk menimbulkan gejolak. Kami belajar dari pengalaman-pengalaman selama Reformasi. Para Reformis sejati, mereka memiliki tuntutan bagi perbaikan kondisi, tetapi mereka juga memiliki kesediaan untuk duduk bersama, berunding, bermusyawarah, mencari solusi bersama secara damai. Adapun para provokator, mereka menghendaki kemarahan, emosi, kekerasan, tidak mau berunding, tidak mau berdamai, tidak mau bersatu, sebab tujuan mereka bukan untuk perbaikan, tetapi untuk merusak kesatuan masyarakat.
Orang-orang beriman pasti meyakini ayat ini: "Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara, maka damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih), dan bertaqwalah kepada Allah, agar kalian mendapat rahmat." (Surat Al Hujurat: 10).
Lihatlah disana, sikap bersaudara dan berdamai, akan membawa kepada rahmat Allah. Sebaliknya, sikap berbantah-bantahan, berselisih, saling menyerang satu sama lain, akan menghancurkan kekuatan.
"Dan taatlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah saling berbantah-bantahan, maka kalian akan menjadi gentar, dan hilanglah kekuatan kalian. Dan bersabarlah, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar." (Surat Al Anfaal: 46).
Masyarakat Malaysia harus berteguh hati untuk mempertahankan keutuhan bangsa dan terus melakukan perbaikan secara bertahap, bukan secara emosional dan diwarnai kemarahan disana-sini. Sekali lagi saya ingatkan, orang yang paling keras suaranya di hari ini, belum tentu dia akan bertanggung-jawab ketika nanti negara mengalami kehancuran.
Di jaman Khalifah Ali bin Abi Thalib Ra. umat Islam waktu itu juga mengalami "situasi provokasi" yang sangat hebat. Sebagian orang menuntut agar Khalifah Ali menangkap para pembunuh Khalifah Utsman bin ‘Affan Ra., sebagian mendukung keputusan Khalifah Ali. Sebagian lagi kaum Khawarij yang memberontak kepada Khalifah, kemudian kelompok Muawiyah bin Abi Sufyan Ra., juga ada kelompok yang kemudian menjadi kaum Syi’ah.
Bahkan disana ada kelompok Shahabat yang tidak mau terlibat konflik. Situasinya sangat genting, konflik dimana-mana, negara dalam bahaya.
Apa yang didapat umat Islam setelah itu?
Luar biasa, disana terjadi peperangan antara sesama Muslim, Khalifah Ali Ra. terbunuh, kekuasaan jatuh ke tangan Muawiyah, kelompok-kelompok sesat mulai bermunculan. Secara politik, sejak Muawiyah Ra. berkuasa, sistem kepemimpinan Khalifah berubah menjadi dinasti. Di balik setiap konflik politik selalu muncul kemerosotan-kemerosotan.
Kami masih ingat tahun 1997-1998 dulu, waktu itu Presiden Soeharto dikecam oleh para ahli ekonomi karena tidak segera meminta bantuan IMF. Katanya, Indonesia butuh dana, IMF bisa dimintai bantuan. Kemudian terbukti, ternyata IMF adalah pembuka kehancuran bangsa kami, sampai saat ini. Lalu kemana larinya ahli-ahli ekonomi itu?
Mereka bersembunyi, tidak pernah lagi angkat suara. Para ahli ekonomi itu ternyata adalah agen-agen IMF sendiri.
Mereka bantu-membantu untuk menghancurkan ekonomi kami. Hanya kepada Allah kami mengadu dan berlindung.
Proses Reformasi di Indonesia
Dulu kami hidup di bawah sistem politik Orde Baru yang otoriter dan militeristik. Kehidupan politik saat itu sangat tidak menyenangkan. Rakyat seperti tidak memiliki kebebasan politik. Tetapi Orde Baru bertanggung-jawab memberikan jaminan kebutuhan pangan, energi, perumahan, sekolah, pekerjaan, kesehatan, transportasi, dan lain-lain. Secara ekonomi, kehidupan kami relatif baik, meskipun masih di bawah standar kesejahteraan masyarakat Malaysia. Namun secara politik, kami merasa sangat tidak puas.
Waktu itu tuntutan kebebasan politik berkembang sangat kuat. Amien Rais menyuarakan ide agar Presiden Soeharto diganti pemimpin lain, sejak tahun 1992. Kritik tidak kalah kerasnya juga dilontarkan oleh Dr. Sri Bintang Pamungkas. Organisasi ICMI dan koran Republika aktif mengkritik kebijaksanaan pemerintah yang menyimpang.
Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Muhammadiyyah, majalah Sabili, dan lainnya juga mengkritik pemerintah.
Selain itu, organisasi seperti PBNU Abdurrahman Wahid, PRD, Fordem, PDI, dan lainnya juga mengkritik pemerintah. Seolah semua telah sepakat, bahwa Pemerintah RI di bawah Soeharto zhalim dan harus disingkirkan.
Ketika itu juga muncul sebuah lagu pop berjudul "Bento" yang dinyanyikan Iwan Fals. Lagu itu sangat kental berisi kecaman hebat kepada penguasa politik yang diserupakan dengan bandit mafia.
Seharusnya, ketika kami setuju untuk mengganti sistem Orde Baru, cukuplah disana diganti perkara-perkara yang buruknya saja, tidak perlu diganti seluruhnya. Tetapi para ahli politik seperti Amien Rais dan lainnya, mereka terlalu dikuasai hawa nafsu, sehingga segala yang berbau Orde Baru harus dihancurkan sampai ke akar-akarnya.
Padahal di jaman Orde Baru juga banyak perkara-perkara positif yang semestinya dipertahankan.
Setelah Reformasi Mei 1998, bangsa Indonesia sepakat menistakan Soeharto dan sistem yang dia buat selama 30 tahunan. Kami sepakat untuk menyingkirkan Soeharto sepenuhnya dari area politik. "No place anything for Soeharto!" Kami tidak lagi menengok Soeharto, meskipun hanya untuk menghargai jasa-jasanya. Sampai Soeharto meninggal 27 Januari 2008, bangsa Indonesia masih belum ada kemampuan untuk menghargai jasa-jasa baiknya.
Padahal, perbedaan antara jaman Reformasi dengan jaman Soeharto sangat nyata. Orang awam saja bisa tahu, bahwa jaman Soeharto masih lebih baik daripada jaman Reformasi.
Ketika kami telah menjatuhkan "talak tiga" kepada Soeharto dan sistem Orde Barunya, kami menghadapi jaman baru dengan tidak memiliki pengalaman dalam soal mengatur negara. Pengalaman dimiliki oleh Orde Baru, sementara para mahasiswa (student), tidak tahu banyak tentang negara, selain tuntutan-tuntutan yang bersifat umum.
Disinilah titik awal kegagalan Reformasi kami. Jika sumberdaya manusia (human resources) yang dimiliki para pendukung Reformasi bagus, mungkin gerakan Reformasi tidak akan berakhir dengan kekacauan.
Saat gerakan Reformasi tidak mampu mengelola negara, saat itu membuka kesempatan kepada kelompok liberal dan pendukung asing untuk masuk menguasai keadaan. Dengan sarana media-media massa yang mereka miliki, kelompok liberal dan pendukung asing berhasil menguasai sebagian besar simpul-simpul kekuasaan di Indonesia.
Hal itu terjadi sampai saat ini. Bangsa kami tidak pernah hidup tenang lagi, setelah haluan politik nasional berubah dari pelayanan rakyat menjadi liberalisasi.
Bukan berarti kami meyakini bahwa pemerintahan Presiden Soeharto waktu itu sempurna, tidak ada cacat dan kekurangan. Tidak demikian. Kepemimpinan siapapun pasti ada celanya, termasuk kepemimpinan Dr. Mahathir Muhammad di Malaysia. Tetapi sistem politik Soeharto masih lebih baik daripada kami harus hidup di bawah azas liberalisme. Liberalisme tidak cocok bagi umat Islam di Nusantara, bahkan tidak cocok bagi seluruh manusia, sebab sistem itu hanya menguntungkan kaum pemodal (capitalist), dan merugikan kehidupan rakyat banyak.
Saudara Amran Nasution dalam tulisan berjudul, "Negara Gagal bernama Indonesia", antara lain mengatakan:
"Kini, setelah 10 tahun Reformasi berlangsung. Lihatlah, betapa menyedihkan keadaan negeri ini. Yang lebih memilukan dan memalukan: kini Indonesia termasuk di dalam indeks 60 negara gagal tahun 2007 (failed state index 2007). Indeks itu dibuat majalah Foreign Policy yang berwibawa, bekerjasama dengan lembaga think-tank Amerika, The Fund For Peace. Banyak ukuran dalam membuat indeks itu. Tapi secara umum disebutkan antara lain, pemerintah pusat sangat lemah dan tidak efektif, pelayanan umum jelek, korupsi dan kriminalitas menyebar, dan ekonomi merosot." (Suara Islam, edisi 42, 18 April-1 Mei 2008, halaman 6).
Reformasi pada akhirnya tidak memenangkan rakyat Indonesia, tetapi memenangkan kepentingan para pemodal (capitalist). Tujuan negara membangun keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat, akhirnya bergeser menjadi meningkatkan kekayaan bagi kaum pemodal. Amran Nasution menambahkan, "Yang pasti, sistem ekonomi liberal di manapun di dunia ini, termasuk di Amerika Serikat, menjadikan orang kaya yang segelintir bertambah kaya." (Idem).
Dengan sangat menyesal harus kami katakan, Reformasi telah menghancurkan kehidupan rakyat Indonesia, lahir-batin, moral-material, dunia-akhirat. Semoga Allah memaafkan kekeliruan bangsa Indonesia, dan segera memberikan perbaikan sebagaimana diharapkan.
Semoga malapetaka yang sama tidak menimpa saudara Muslim serumpun se-Nusantara, bangsa Malaysia. Amin ya Rahmaan.
Waspadai Bahaya Besar
Di tubuh rakyat Malaysia kini muncul pendapat bermacam-macam. Ada yang menuntut Perdana Menteri mundur dari jabatan, ada yang menuntut kebebasan politik, ada yang menuntut penyelidikan atas kasus-kasus korupsi, ada yang menuntut keadilan atas diskriminasi, ada yang menuntut pembagian hasil kekayaan, dan lain-lain. Banyak tuntutan muncul dimana-mana, situasi politik serasa panas. Sebagian besar kelompok politik saat ini berada dalam posisi menuntut, dan pemerintah PM Abdullah Badawi sebagai pihak yang paling dituntut untuk memenuhi segala rupa urusan.
Sebenarnya, munculnya banyak tuntutan politik dari bermacam-macam kelompok tersebut, hal itu menandakan bahwa wibawa pemerintah PM Badawi semakin melemah. Perkara ini sangat serius, sebab kondisi instabilitas (instability) rata-rata dimulai dari kewibawaan pemerintah yang semakin merosot. Itulah yang dulu kami kenal sebagai crisis of confidence. Berawal dari krisis kepercayaan kepada pemerintah ini, biasanya akan terjadi perubahan mendasar dalam sistem kenegaraan di sebuah negara.
Bisa saja di Malaysia akan muncul perubahan sistem negara secara fundamental. Tetapi apakah masyarakat Malaysia telah siap menyambutnya? Apakah elemen-elemen politik di Malaysia telah mempersiapkan idea-idea, konsep-konsep, planning, kekuatan finansial, dan juga kekuatan human resources? Apakah rakyat Malaysia telah memiliki kata sepakat (consensus) untuk membangun negara yang lebih baik? Apakah segala sesuatunya telah dipersiapkan dengan matang, termasuk kesiapan menghadapi situasi terburuk bilamana terjadi? Apakah seluruh elemen pemerintahan sejak di pusat sampai di daerah telah siap dengan perubahan fundamental? Apakah rakyat Malaysia telah siap menghadapi kenyataan terburuk?
Bilamana pertanyaan-pertanyaan itu belum terjawab dengan memuaskan, janganlah tergesa-gesa dan banyak mengajukan tuntutan kepada pemerintahan. Hendaknya setiap elemen masyarakat menahan diri, tidak membuang-buang energi dengan memikirkan idea-idea radikal, padahal mereka belum melakukan persiapan apapun.
Jika masyarakat Malaysia, termasuk organisasi-organisasi Islam di dalamnya, terus-menerus terlibat silang-sengketa, konflik politik, bertikai satu sama lainnya, hal itu akan membuka sekian banyak celah dan pintu bagi kekuatan-kekuatan asing untuk masuk negeri ini, lalu menguasainya. Indonesia adalah contoh mudah yang bisa dilihat warga Malaysia. Negeri kami saat ini jauh berbeda dengan yang Anda kenal sebelum 1998 lalu. Bukan hanya Indonesia, tetapi juga Iraq, Afghanistan, Chechnya, Somalia, Sudan, dan lainnya. Semuanya berada dalam ancaman kekuatan-kekuatan asing yang terus-menerus mengintai, ingin merusak, menanamkan perpecahan, menanti silap-lengahnya kita, lalu mereka sukses menanamkan cengkeraman colonialism dalam tubuh bangsa kita.
Jangan tergoda oleh pikiran-pikiran politik yang tampak elok, revolusioner, menjamin keadilan, menawarkan kemakmuran, penuh heroism, dan seterusnya. Semua itu sering menjadi khayalan palsu, godaan menyesatkan, cobaan-cobaan yang nanti akan sangat disesali akibatnya.
Para ahli-ahli politik, marilah kita berfikir lebih jernih! Jangan tergesa-gesa, jangan memperturutkan hawa nafsu. Marilah kita melihat jauh ke depan dan menengok ke belakang.
Sebuah contoh masalah, yaitu perkara ekonomi. Dalam kondisi saat ini, apakah Malaysia bisa melepaskan diri dari pengaruh ekonomi asing? Jawablah dengan jujur! Pasti jawabnya, tidak mungkin Malaysia bisa lepas dari pengaruh ekonomi asing. Kemudian, jika nanti Malaysia telah berubah secara radikal menjadi negara dengan sistem baru, seperti mana yang dimaui oleh kelompok-kelompok politik saat ini, apakah Malaysia saat itu bisa melepaskan diri dari pengaruh ekonomi asing? Jawabnya juga sama, pasti Malaysia tidak bisa lepas dari pengaruh ekonomi asing.
Dapat diambil kesimpulan, dalam kondisi bagaimanapun, Malaysia tidak bisa lepas dari pengaruh ekonomi asing. Bilamana demikian, patut ditanyakan disini, apakah pengaruh ekonomi asing di hari itu akan lebih baik daripada pengaruh asing di hari ini? Boleh jadi, Anda yakin bahwa pengaruh asing di masa nanti lebih baik dari saat ini, sebab sistem-nya waktu itu telah diubah menjadi lebih baik. Tetapi siapa bisa menjamin jika kondisi nanti akan lebih baik, bukan menjadi lebih buruk? Apa jaminannya bahwa kondisi ekonomi nanti akan lebih baik?
Untuk mengubah keadaan lebih baik, tidak cukup hanya bicara, membuat statement-statement politik di media massa, atau membuat aksi-aksi di jalanan. Tidak cukup hanya itu. Disini dibutuhkan power besar, berupa idea cemerlang, human resouces yang banyak dan handal, situasi politik yang stabil, tata-hukum yang tertib, mentality birokrasi yang bersih dan amanah, kepemimpinan yang tangguh, serta kesatuan elemen-elemen politik. Membuat perubahan bagus tak semudah membalik telapak tangan.
Lalu bagaimana dengan keadaan masyarakat Malaysia sekarang? Apakah mereka telah siap dengan segala bekal dan modal untuk membangun peradaban bangsa yang hebat? Atau jangan-jangan mereka baru mempersiapkan hanya dengan keelokan statement politik, tidak disertai persiapan modal untuk melakukan perbaikan? Jika hanya melontarkan statement politik yang bisa membuat telinga memerah menahan marah, anak-anak student di tingkat menengah pun bisa melakukannya.
Kaum kolonialis Barat akan selalu mencari-cari celah untuk menjatuhkan, merusak, menjerumuskan suatu bangsa ke dalam sengsara. Jangan sampai hal itu terjadi di Malaysia, sehingga akibatnya akan menyengsarakan hidup warga Muslim di negeri ini. Cukuplah penderitaan kami alami di Indonesia, dan doakan semoga kami diberi hidayat taufik oleh Allah untuk melakukan perbaikan keadaan. Amin.
Tentang Korupsi Pejabat Negara
Siapa yang suka dengan pejabat korup? Siapa mahu berkongsi dengan pejabat korup? Tentu, semua membenci korupsi dan para pelakunya. Siapapun dirinya. Hati nurani manusia secara fitrah membenci kejahatan, apalagi berupa penggelapan harta negara.
Kami di Indonesia sudah kenyang dengan isu korupsi ini. Sejak tahun 1990-an, bangsa kami sudah sangat terbiasa bicara soal korupsi. Tetapi harapan munculnya birokrasi negara yang bersih dan bebas korupsi, sangatlah sulit.
Kami hanya bisa berharap, tak lebih.
Korupsi di Indonesia telah merasuk secara dalam ke kebudayaan kami, sehingga setiap ada kesempatan, orang akan berbuat korupsi demi memperkaya diri dan keluarganya sendiri. Jika banyak orang belum berbuat korupsi, itu bukan karena mereka tidak mau, tetapi mereka tidak ada kesempatan melakukan korupsi. Terbukti dalam banyak kejadian, orang yang mulanya sangat benci korupsi, akhirnya terlibat korupsi juga.
Begitu hebatnya korupsi ini, hingga beberapa waktu lalu tersiar kabar secara meluas, tentang percakapan telepon, antara Arthalita Suryani dan pejabat Kejaksaan Agung Indonesia. Dalam pembicaraan itu mereka sepakat melakukan konspirasi dalam rangka meloloskan suatu perkara korupsi seorang pengusaha tertentu. Rekaman percakapan penyuapan itu kini tersebar di pengguna mobile phone, sebagai ringtone.
Kenyataan berbicara, menghapus korupsi tidak semudah menghapus debu-debu di kaca. Korupsi berkenaan dengan budaya yang berlangsung sangat lama. Diperlukan keberanian besar untuk menghapus korupsi dari sistem pemerintahan kita. Seorang pemimpin China Hu Jintao pernah berseru, "Sediakan 99 peti mati untuk para koruptor, dan 1 peti mati untuk saya, jika saya juga korupsi." China telah memberi contoh menghukum mati para koruptor.
Tetapi, hal itu juga tidak menjamin korupsi telah bersih atau terobati dengan sempurna. Bilamana kita saksikan tersebarnya produk-produk asal China yang sangat murah, mengandung zat-zat berbahaya, kualitas sangat buruk, hal itu tidak lepas dari praktik korupsi juga.
Dalam sejarah Islam pun, meskipun ketika itu negara berdasarkan Hukum Islam, seperti di masa Bani Umayyah, Bani Abbassiyah, atau Turki Utsmani, disana juga terjadi kasus-kasus korupsi juga. Kalau kita membaca sejarah Kekhalifahan, sejak jaman Yazid bin Muawiyyah sampai jaman Abdul Malik bin Marwan, pejabat-pejabat dinasti Umayyah, hidupnya bermewah-mewah juga, sehingga semua itu coba diperbaiki oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz Ra. Kelak di akhir sejarah dinasti-dinasti itu korupsi terjadi meluas, sehingga negara lemah, kemudian mudah ditaklukkan orang lain.
Bukan hanya di dunia Islam, di negara-negara Barat pun seringkali terjadi korupsi. Siapa mengatakan bahwa di Amerika tidak ada korupsi? Justru sangat banyak korupsi. Cobalah lihat film-film Hollywood, disana ditunjukkan sangat banyak kasus-kasus korupsi, baik di militer, White House, perusahaan-perusahaan, profesi, dll. Idea-idea yang muncul dalam film itu, tentu digali dari kenyataan-kenyataan di lapangan.
Kelompok neo conservative yang menguasai Gedung Putih saat ini seperti George Bush, Dick Cheney, Donald Rumsfeld, Condoleeza Rice, Paul Wolfowitz, dan lain-lain. Mereka adalah pejabat-pejabat yang memiliki saham di perusahaan-perusahaan kontraktor pembangunan, minyak, bahkan perusahaan penyedia tentara bayaran (Blackwater Force). Begitu berambisinya mereka pada uang, sampai membuat skenario penyerangan kepada Irak dengan alasan "senjata pemusnah massal". Ternyata, alasan mereka kemudian dinyatakan palsu. Bisakah sebuah negara yang sarat dengan penyelewengan seperti itu disebut bebas korupsi?
Termasuk kasus Iran Contra yang melibatkan Amerika, Iran, dan milisi bersenjata di Nikaragua. Bahkan dinas intelijen CIA pun disebut-sebut menggunakan dana penjualan narkotika untuk membiayai operasi-operasinya.
Sebuah buku bagus ditulis oleh Jerry D. Gray, seorang Muslim asal Amerika yang saat ini tinggal di Indonesia. Dia menulis, "Demokrasi Barbar Ala Amerika". Disana disebutkan sangat banyak data-data pelanggaran hukum, hak asasi manusia, korupsi, amoralitas, keterlibatan dalam jaringan kriminal, dan lainnya yang melibatkan Amerika.
Sampai penulisnya merasa muak dan malu menjadi orang Amerika.
Jadi, korupsi bisa terjadi dimana-mana. Dan kekuasaan pemerintah adalah yang paling beresiko terjadi korupsi di dalamnya. Hingga ada ungkapan terkenal, "The power tends to corrupt!" (kekuasaan itu cenderung menjadi korup).
Setiap yang memegang kekuasaan beresiko melakukan korupsi, sebab kekuasaan (birokrasi) berhubungan dengan uang rakyat, uang negara, dan harta-benda yang sangat banyak.
Satu-satunya kekuatan yang bisa menolak korupsi adalah inner power (kekuatan batin). Ia adalah komitmen moral yang kuat dalam diri seseorang, sehingga dia merasa tidak tega melakukan korupsi, sebab akibatnya akan menyengsarakan orang banyak. "Jikalau saya tidak tega menyaksikan anak-isteri saya menderita, maka saya juga tidak tega menyaksikan rakyat menderita karena korupsi," begitu pemikiran moralitas tinggi.
Bagi seorang Muslim, korupsi bisa diatasi dengan ketaqwaan di hati, yaitu rasa takut kepada Allah jika nanti di Akhirat, Allah akan menghitung amal-amalnya. Orang-orang shalih tidak melakukan korupsi bukan karena tidak ada kesempatan atau bukan karena tidak mahu uang, tetapi mereka takut jikalau Allah nanti menghitung perbuatan korupsinya di Akhirat.
Hal ini mengingatkan kami kepada pemimpin-pemimpin Masyumi dulu di tahun 50-an. Mereka adalah negarawan, politisi, birokrator, namun juga kaum moralis yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral Islami. Jika mereka mengatakan anti korupsi, hal itu benar-benar dijalankan, bukan hanya di lisan saja. Berbeda dengan orang-orang masa kini, lidahnya bilang anti korupsi, sementara perutnya kenyang dengan makan korupsi.
Dulu almarhum Buya Muhammad Natsir, ketika kabinetnya jatuh pada saat menjelang Maghrib (sekitar jam 18.00), beliau dan keluarganya telah keluar dari rumah dinas yang disediakan bagi pejabat Perdana Menteri pada jam 24.00 tengah malam. Apa yang terjadi? Beliau keluar dari rumah dinas itu hanya dengan membawa 2 tas (bag) besar berisi barang-barang pribadi. Barang-barang beliau seluruhnya hanya dua tas besar saja. Inilah tipe pemimpin sejati, tidak hanya indah di lisan, tetapi juga indah di perbuatan. Mana mungkin pejabat jaman sekarang hanya memiliki barang-barang penting sebanyak dua tas besar? Sampai akhir hayatnya Buya M. Natsir tidak pernah mampu membeli rumah sendiri dari penghasilannya.
Sebalik itu, saat ini di negeri kami terjadi fenomena aneh di kalangan para aktivis dakwah. Dulu mereka hidupnya sederhana, jujur dalam perkataan, moralnya tinggi, amanah, takut kepada Allah, tidak mau berbuat korupsi meskipun hanya uang seribu atau dua ribu rupiah. Tetapi setelah menjadi anggota parlemen, setelah menjadi pejabat, setelah sibuk dengan proyek-proyek, hidup mereka berubah. Kini mereka hidup bermewah-mewah, rumah megah, kendaraan mewah, fasilitas hidup melimpah. Sampai tubuh mereka pun jadi gemuk-gemuk, dengan timbunan lemak yang banyak di pipi dan leher. Wajah mereka dulu seperti ustadz, sekarang seperti wajah pejabat biasa. Sungguh mengerikan, betapa cepatnya keimanan itu hancur karena soal harta-benda. Kami harus menangisi tokoh-tokoh mulia seperti almarhum Buya M. Natsir dan para sejawatnya, sebab kami tidak mampu meneruskan keteladan akhlak mereka.
Hingga para pemuda yang menyeru dirinya selaku partai Islam, ternyata mereka takluk pula di hadapan kemegahan harta. Dengan ketaqwaan di hati, keinginan untuk berbuat korupsi akan teratasi. Sebab seseorang tidak takut kepada siapapun, selain takut kepada Allah sahaja. Dia tak mau selamat di dunia, namun binasa di Akhirat.
Mungkin ada yang berkata, "Korupsi bisa diatasi dengan membuat aturan hukum yang hebat, dengan membuat komisi pemberantasan korupsi yang hebat, dengan memberi gaji tinggi bagi setiap pegawai negara."
Cara-cara semacam itu bisa membantu, meskipun hasilnya tidak mutlak. Aturan hukum yang hebat masih bisa dikalahkan oleh kecerdikan manusia. Para pejabat yang buruk moral tapi cerdas akal, dia akan mencari-cari celah kesilapan hukum, lalu mengambil untung secara "legal", sehingga tidak dianggap menyalahi hukum. Komisi pemberantasan korupsi pun sama sahaja, mereka berisi manusia-manusia yang tidak kebal terhadap uang dan sogokan (risywah). Adapun gaji pegawai yang tinggi, jika gaya hidup (life style) keluarga pejabat itu tinggi, niscaya income setinggi apa jua, tak kan pernah cukup baginya.
Ketahuilah saudaraku, isu korupsi adalah cara paling klasik (kuno) untuk menjatuhkan suatu pemerintahan.
Dimanapun masanya, siapapun pejabatnya, korupsi berpeluang terjadi. Dulu presiden Soeharto dihujat disana-sini karena alasan KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme). Tetapi apakah kemudian regim Reformasi bebas dari KKN?
Ternyata tidak sama sekali, bahkan saat ini lebih parah kondisinya.
Bukan berarti usaha untuk mengatasi masalah korupsi lalu harus dibuang. Tidak sama sekali. Korupsi tetap jahat, tetap tercela, ia harus diobati dan diselesaikan. Namun jangan jadikan isu korupsi untuk menghancurkan kebaikan-kebaikan yang sudah dimiliki rakyat Malaysia. Membangun sistem negara itu sangat-sangat sulit.
Alhamdulillah kalau ia telah terbentuk, dengan nikmat Allah. Jikalau disana ada masalah-masalah korupsi, marilah kita atasi dengan baik, secara bertahap, dan bijaksana.
Siapapun pemimpinnya, selalu ada resiko korupsi, biarpun sudah dibuat peraturan sehebat apapun.
Selama pemerintahan itu diisi oleh manusia yang punya hawa nafsu, bukan diisi oleh para Malaikat, yakinlah korupsi bisa terjadi disana. Ketaqwaan hatilah yang bisa menolak korupsi. Oleh itu, mari kita benahi persoalan ini tidak dengan emosi, tetapi dengan gerakan penyadaran masyarakat dan teladan mulia para pejabat.
Ingatlah, kami dulu pernah sangat emosi ingin agar praktik korupsi dihabisi sampai ke akar-akarnya. Namun yang terjadi, kami menutup satu pintu korupsi, namun akibatnya terbuka seribu pintu-pintu korupsi lainnya.
Sifat Kolonialisme Barat
Harus pula disadari oleh masyarakat Muslim Malaysia, bahwa negara-negara Barat telah dikuasai oleh sifat-sifat colonialism. Dulu mereka menjajah negeri-negeri di Asia Afrika selama ratusan tahun. Sesudah terbentuk United Of Nations (Perserikatan Bangsa Bangsa), era penjajahan berakhir berganti era kemerdekaan. Apakah sesudah itu sifat colonialism mereka sirna? Tidak sama sekali, hanya berubah bentuk saja. Tujuannya sama, mengumpul harta-benda orang lain untuk menyokong kehidupan mereka, hanya caranya lebih lunak, yakni melalui penjajahan ekonomi.
Sepertimana bangsa Barat dahulu mencari harta-benda di Timur Jauh, seperti negeri Nusantara ini, saat ini mereka juga masih berhajat pada harta-benda itu. Di Indonesia, mereka menguasi tambang-tambang, proyek-proyek, bisnis keuangan, sampai menguasai pasar barang-barang. Tidak berbeda dengan mereka ialah Jepang, China, Taiwan, dan Korea. Mereka sama-sama bersyarikat dalam colonialism baru ini.
Kami sendiri di negeri kami kehilangan kuasa untuk membina usaha-usaha ekonomi guna memakmurkan kehidupan rakyat kami. Setelah Reformasi 1998, kondisinya berubah sangat dahsyat. Korporasi-korporasi asing seperti berpesta pora mengerumuni kekayaan negeri kami yang sebenarnya jauh lebih kaya daripada negeri Malaysia. Negeri kami kaya, tetapi rakyat kami menderita.
Cukuplah buat rakyat Indonesia diberi tontotan TV sebanyak-banyaknya, sejak pagi buta sampai menjelang pagi pula. Hiburan, film, sinetron, musik, komedi, game, foot ball, dan lain-lain disebarkan oleh sekitar 20 channel TV swasta. Rakyat kami cukup disibukkan oleh acara-acara TV itu, sementara mereka tidak sadar kalau negerinya terus-menerus dikuras kekayaannya oleh para colonialist (kolonialis) asing.
Di masa presiden Soeharto masih ada pembelaan atas hak-hak rakyat, meskipun colonialism itu sudah bermula dari jamannya juga. Sekurangnya di jaman Pak Harto masih ada rasa peduli kepada nasib rakyat kecil, dalam arti yang sesungguhnya. Setelah regim Reformasi mengambil alih kuasa, tidak ada lagi yang membela rakyat kami.
Para ahli-ahli politik, termasuk disana Prof. Dr. Amien Rais, mereka hanya bisa mengucap seribu dua ribu teori, sementara keadaan rakyat kami tidak semakin membaik.
Pahamilah wahai saudaraku, kaum Muslim Malaysia, negeri Anda memiliki sekian kekayaan dengan potensi ekonomi yang besar. Semua itu membuat para kolonis terbit liurnya, ingin menguasai negeri Anda, demi menumpuk kekayaan sesuka hati mereka. Dimanapun jua, sekalipun di ujung dunia, jika ada sumber kekayaan besar disana, kaum kolonialis pasti akan datang untuk mengeruknya. Tidak ada kerja pokok para penjajah itu, melainkan memeriksa potensi ekonomi setiap negara, lalu memikirkan cara-cara untuk merebut ekonomi itu.
Kalau Anda melihat cara hidup orang Barat. Mereka memuja liberalism dan hedonism. Orang Barat hidup memuja hawa nafsu hewaniah. Gaya hidup macam itu sangat high cost (butuh biaya tinggi). Jadi, kapan kiranya mereka akan bisa tidur tenang tidak mengganggu orang lain, sementara mereka sehar-hari butuh biaya tinggi? Semakin dalam bangsa Barat tenggelam ke gaya hidup liberalism, semakin hebat pula ambisi menjajahnya.
Kesempatan emas yang bisa digunakan kolonialis untuk merebut kekayaan suatu negara ialah melalui perubahan politik. Ketika perhatian rakyat tertuju ke isu-isu politik, saat itu para kolonialis akan memanfaatkan waktu untuk merebut satu demi satu fasilitas ekonomi. Buktinya ialah apa yang kami alami di Indonesia setelah tahun 1998.
Kami tidak menyangka, bahwa manakala kami sibuk dengan urusan-urusan politik, partai politik, pemilihan umum, parlemen, kepemimpinan, dan lainnya, ternyata saat itu kekuatan asing berbondong-bondong memasuki bidang-bidang ekonomi-bisnis. Manakala keadaan politik mulai reda, kami mulai kembali ke kerja masing-masing, nyatalah disana berbagai kekayaan negara sudah berpindah ke tangan kaum kolonialis.
Kami tidak tahu bagaimana keadaan di Malaysia saat ini. Kami tidak bisa mencampuri "halaman rumah" orang lain.
Kami hanya bisa menasehatkan, bahwa silang-sengketa politik yang berkembang di Malaysia saat ini adalah kenyataan yang tak jauh beda dengan kondisi kami di tahun 1997-1998 lalu. Di balik konflik politik itu ternyata kami kehilangan banyak kekayaan dan kekuatan ekonomi. Jangan sampai saat Anda sibuk dengan isu-isu politik, saat itu tanpa disadari negeri Anda perlahan berpindah kuasa ke tangan orang-orang kolonialis asing.
Arah Konflik Politik
Saat ini terjadi konflik politik antara satu kekuatan dengan kekuatan lain. UMNO dan Barisan Nasional di satu pihak, sementara di pihak lain ada Pakatan Nasional, di dalamnya ada Partai Keadilan Rakyat, PAS, dan kelompok-kelompok politik lain. Ada pula kepentingan wilayah Malaysia Timur, kepentingan komunitas warga keturunan India, China, dan lainnya. Secara umum, semua kepentingan di luar UMNO dan Barisan Nasional, menuntut adanya perubahan fundamental dalam sistem politik, sesuai kepentingan masing-masing. Partai Keadilan Rakyat tentu berharap ada power sharing dengan Barisan Nasional, sementara PAS menuntut kehidupan masyarakat yang lebih Islami, komunitas keturunan India dan China menuntut kesetaraan hak-hak politik, dan kepentingan politik wilayah Malaysia Timur meminta proporsi pembagian kekayaan yang lebih besar.
Jika semua tuntutan itu dipenuhi, sebagaimana yang diminta, pasti akan terjadi perubahan fundamental dalam sistem tata-negara Malaysia. Mungkin saja, Malaysia akan meniru Indonesia, menerapkan sistem demokrasi liberal, media massa liberal, ekonomi liberal, budaya liberal, sampai cara beragama liberal. Jika itu yang terjadi, maka lekas-lekaslah Anda ucapkan, "Good bye my country!" Jikalau sistem liberal yang akhirnya diterapkan di Malaysia, maka saat itu kepentingan Muslim Malaysia bisa dikatakan sirna sudah.
Tidak ada yang melindungi kepentingan Muslim Malaysia, dan mereka pasti akan kalah oleh gelombang liberalisasi. Bukan hanya negara-negara bagian yang selama ini dikuasai UMNO dan Barisan Nasional, bahkan wilayah Kelantan, Kedah, Trengganu, dan lain-lain yang didominasi oleh PAS akan tenggelam pula dilamun ombak liberalisme.
Seharusnya, di masa seperti ini, kelompok-kelompok politik yang mengikatkan diri dengan kepentingan umat Islam, mereka mau bersatu, berkoalisi, mencari jalan pemecahan atas masalah-masalah bersama. Kami yakin UMNO mewakili kepentingan Muslim, begitu pula PKR Anwar Ibrahim dan PAS. Mengapa tidak ketiga kekuatan ini mencari solusi bersama, mendahulukan kepentingan yang lebih utama daripada ambisi politik masing-masing kelompok? Kepentingan umat Muslim di Malaysia ada di tangan ketiga kelompok tersebut. Jangan karena masalah-masalah kecil, lalu dikorbankan masa depan rakyat Muslim Malaysia yang lebih besar.
Dengan musyawarah, silaturahmi, serta saling bahu-membahu, insya Allah tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari kehidupan Muslim Malaysia di masa depan. Kecuali jika salah satu pihak lebih mendahulukan hawa nafsu berkuasa, melebihi kepentingan untuk menyelamatkan kehidupan rakyat Muslim Malaysia. Jika seperti itu, berarti mereka telah siap menghadapi situasi kacau-balau karena konflik politik. Termasuk di dalamnya, mereka siap menyaksikan rakyatnya menjadi barang mainan kaum kolonialis.
Alangkah baik jika antar ketiga kekuatan partai di atas dibuat sarana komunikasi, saling pengertian, bahkan aliansi jika memungkinkan. Adapun konflik selama ini, sikap saling serang selama ini, usaha saling menjatuhkan satu sama lain, harus dihentikan. Mengapa? Sebab kepentingan Muslim Malaysia ada di pundak UMNO, PAS, dan PKR itu. Hendak kemana lagi Pak Cik, ummat melabuhkan harapan, kalau bukan ke pundak-pundak Anda semua?
Demi Allah, jika sebagian dari Anda tega berkhianat atas amanah umat Muslim Malaysia, yakinlah hidup mereka nanti akan menderita. Apa tidak cukup pengalaman pahit yang kami alami di Indonesia dalam 10 tahun terakhir ini sebagai peringatan?
Kami yakin dan mendoakan, Perdana Menteri Dato Seri Abdullah Badawi, Tuan Guru Nik Aziz Nik Mat, serta Anwar Ibrahim dan isteri, kesemuanya ini moga benar-benar bisa mengawal kepentingan masyarakat Muslim di Malaysia. Di hadapan paduka sekalian, Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah menitipkan amanah mulia untuk menjaga kepentingan umat Islam di Malaysia dengan sangat hati-hati, jangan dibiarkan rusak oleh proses-proses politik yang menyesatkan. Ingatlah selalu kepentingan umat Islam, maka Allah akan menunjukkan lautan karunia-Nya.
Amin.
=======================================
Karakter Politik Islami
Para ahli politik (politisi) Muslim harus memahami ciri politik Islami, antara lain sebagaimana di bawah ini:
1. Tujuan politik Islami ialah memelihara 5 perkara dari kehidupan kaum Muslimin, yakni:
(1) Menjaga jiwa
(2) Menjaga agama
(3) Menjaga harta
(4) Menjaga akal, dan
(5) Menjaga keturunan.
Inilah 5 kepentingan umat Islam yang harus selalu dijaga dengan baik, sebab ia merupakan tujuan inti Syariat Islam.
2. Setiap usaha politik harus menghitung unsur maslahat (kebaikan) dan madharat (keburukan). Ukuran politik Islami bukan selera Amerika, selera liberal orang Barat, atau selera United of Nations. Prinsip dasar politik Islami ialah untuk mencapai maslahat dan menolak madharat. Jika ada dua pilihan, maslahat dan madharat, maka yang dipilih adalah mengambil maslahat. Jika ada dua maslahat, maka dipilih maslahat yang lebih besar. Jika ada dua madharat, maka boleh mengambil madharat kecil untuk
menghindari madharat yang besar. Para politisi Muslim harus mahu belajar Fiqih Islam agar bisa memahami cara-cara mengambil keputusan politik.
3. Politik Islami mewujudkan persatuan umat Islam dan menghindari perpecahan. Ini merupakan amanah agung dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang benar-benar harus dijaga para pemangku urusan politik. Persatuan membawa kepada kekuatan, sedang perpecahan membawa kepada kehancuran. Dengan lain kata, perpecahan akan menghancurkan Islam dan umatnya. Para ahli politik Islami tidak mungkin akan menghancurkan agamanya sendiri. Hingga ketika seorang Muslim memiliki pendapat fiqih yang benar, tetapi pendapat itu berbeda dengan sebagian besar paham kaum Muslimin, sehingga dikhawatirkan terjadi perpecahan, maka sebaiknya dia menyembunyikan pendapatnya, sampai ada kesempatan yang baik untuk mengemukakan pendapat itu. Rasulullah Saw. tidak mengijinkan para
Shahabat menyakiti Abdullah bin Ubay, seorang pemimpin munafik di Madinah. Padahal yang marah kepada tokoh itu termasuk putra Abdullah bin Ubay sendiri. Nabi tidak mengijinkan karena tidak mau memecah kesatuan warga Muslim Madinah. Begitu pula Nabi tidak mau membongkar Ka’bah, lalu membangun kembali Ka’bah sesuai fondasi Nabi Ibrahim As., karena khawatir keimanan umat Islam waktu itu masih lemah.
4. Para politisi Muslim harus memiliki kualitas kesabaran melebihi kesabaran orang biasa. Dunia politik penuh dengan cobaan, godaan, dan fitnah. Masalah yang ada disana tidak jauh dari “tiga ta”, yakni harta, wanita, dan tahta. Jikalau pengamat politik cukup tahu soal info-info politik dan kaitan satu kejadian dengan kejadian lain; jikalau aktivis politik cukup tahu bentuk-bentuk aksi dan gerakan politik; jikalau para ulama perlu tahu hukum-hukum kasus politik; maka para ahli politik (politisi) harus paham seluk-beluk praktik politik dan memiliki kesabaran untuk mencapai tujuan. Berpolitik tanpa kesabaran, seperti orang yang mahu main foot ball, tanpa membawa bola. Politik disebut as siyasah atau siasat, sebab disana sangat dibutuhkan wawasan ilmu, kecerdikan yang tinggi, dan kesabaran membina proses. Rasulullah Saw. pernah menyetujui perjanjian Hudaibiyyah dengan orang musyrikin Mekah. Waktu itu sebagian besar Shahabat tidak ridha dengan isi perjanjian tersebut, bahkan mereka hampir membangkang kepada Nabi. Namun berkat kesabaran Nabi yang tinggi, semua pihak akhirnya menyadari bahwa keputusan Nabi yang lebih benar.
5. Bagaimanapun harus difahamkan, bahwa politik adalah alat perjuangan umat Islam. Politik bukan tujuan, politik bukan alat mencari harta, tahta, dan wanita. Politik bukan untuk unjuk kebolehan diri, biar tampak hebat sebagai orang terpandang. Politik adalah sarana memperjuangkan kepentingan umat. Jika dengan politik, kehidupan umat Islam semakin sengsara, maka politik macam itu gagal; sebaliknya, politik disebut sukses jika menghasilkan kebaikan hidup bagi umat.
Sekurangnya, para politisi Muslim harus memahami lima butir pandangan di atas. Jika kelimanya diterapkan dengan baik, insya Allah umat Islam akan meraih kehidupan bahagia dan terhindar dari malapetaka dan sengsara. Konsep politik Islami tidak akan jauh dari semua itu. Semoga Allah menolong umat Islam di Malaysia untuk memperbaiki hidupnya dengan metode politik Islami. Allahumma amin.
Terus terang, kami di Indonesia sangat menyesali, di negeri kami banyak sekali ahli-ahli politik. Sebagiannya dikenal luas selaku pemimpin-pemimpin organisasi Islam. Tetapi sayang sekali, banyak dari mereka berpolitik dengan hawa nafsu, sehingga akibatnya malapetaka bagi masyarakat kaum Muslimin.
Sebuah Konsep Solusi :
Selanjutnya, perkenankan kami menghaturkan beberapa butir pemikiran sebagai solusi atas soalan-soalan politik yang ada. Berikut ini saran-saran solusi kami:
1. Hendaklah kelompok-kelompok politik Islam, atau siapa saja yang mewakili kepentingan umat Islam di Malaysia, mereka melakukan rekonsiliasi (reconciliation) untuk mengatasi sengketa, permusuhan, dan perbedaan-perbedaan tajam dalam pendirian politik. Tempuhlah cara musyawarah untuk mencapai titik-temu dan solusi bersama. Teringat perkataan ulama Salaf, “Jika suatu masalah tidak bisa lagi diatasi
dengan musyawarah, berarti ia bukan perkara Islam.”
2. Seluruh bagian dari masyarakat Muslim di Malaysia mereka harus satu kata dan berteguh hati pada satu kesepakatan politik, bahwa negara Malaysia melindungi kepentingan Muslim dan Islam. Ini adalah hak eksklusif Anda yang boleh dibela dan berhak diperjuangkan secara maksimal. Jangan sampai kesepakatan itu goyah oleh alasan apapun. Bahkan adanya Malaysia adalah karena kepentingan Islam dan umatnya di negeri ini. Semua bangsa di dunia berhak membela hak-hak ekslusifnya, tanpa perlu takut tekanan apapun.
3. Masyarakat kaum Muslimin di Malaysia, khususnya para ahli-ahli politik, mereka harus waspada, jangan sampai konflik politik yang saat ini terjadi akhirnya nanti berubah menjadi gerakan liberalisasi yang menghancurkan kehidupan bangsa Malaysia, baik ekonomi, sosial, moralitas, agama, maupun kesatuannya. Para ahli-ahli politik Islam harus benar-benar mengawal arah politik, sehingga tidak mencelakai negara sendiri.
4. Tidak mengapa melakukan perubahan-perubahan demi perbaikan sistem dan tata-cara birokrasi. Tetapi hendaknya, perubahan itu tidak menyentuh sistem kenegaraan Malaysia yang bersifat fundamental. Mengapa demikian? Sebab di jaman masa kini, perubahan sistem secara fundamental sering dimanfaatkan oleh anasir-anasir asing untuk mencelakai kehidupan kita. Sebagai contoh, saat ini Konstitusi Indonesia telah berubah hingga 125 %. Apa hasilnya? Apakah rakyat semakin bahagia? Justru sebaliknya, kami makin sengsara.
5. Diperlukan usaha-usaha diplomasi untuk menahan gejolak yang muncul disana-sini. Lakukan pendekatan yang baik untuk meredakan ketegangan, kemarahan, dan potensi konflik. Manfaatkan sarana-sarana dialog, komunikasi, serta perundingan untuk meredakan gejolak politik.
6. Jangan biarkan media-media massa menjadi regim politik yang terlalu banyak berpolitik, tetapi selalu mengatasnamakan “kebebasan pers”. Sesungguhnya, kebebasan pers itu hanyalah helah untuk menutupi tujuan-tujuan politik mereka. Kami belajar, bahwa yang dihadapi umat Islam di Indonesia buhan hanya partai-partai politik, tetapi juga sebentuk “partai politik” yang bernama media massa.
7. Kekuatan militer harus bersatu padu, tidak sedia dipecah-belah. Mereka harus berdiri di belakang kepentingan masyarakat Malaysia, bukan mengikuti kepentingan-kepentingan politik sempit. Kehancuran negara kami salah satunya karena militer bisa dipecah menjadi blok-blok jendral yang satu sama lain saling berbeda kepentingan.
8. Selalu awasi anasir-anasir asing yang gemar berkeliaran untuk membuat fitnah dimana-mana. Mereka ini the real trouble maker. Mereka tidak berhenti membuat masalah, mengacau keadaan sosial, sebab memang itulah tugasnya. Mereka mendapat upah dari kerja semacam itu. Di Indonesia, kelompok JIL (Jaringan Islam Liberal) termasuk bagian dari anasir-anasir asing ini. Mungkin di Malaysia situasinya tidak
jauh beda, masih berkaitan dengan orang-orang liberal itu.
9. Ajak tokoh-tokoh Islam, para ulama, para pimpinan organisasi Islam di Malaysia untuk berunding, bermusyawarah, dan mencari jalan keluar terbaik. Dengar masukan mereka, hargai suara mereka, sebab mereka memiliki kepedulian atas nasib umat Islam di Malaysia.
10. Berhati-hatilah terhadap kelompok-kelompok tertentu yang mengatasnamakan gerakan Islam, tetapi sikapnya tidak Islami. Mereka menghalalkan pluralisme, menolak Syariat Islam, mendewa-dewakan demokrasi, dan tidak mau bersatu dengan sesama Muslim. Di Indonesia, kami sempat tertipu oleh anak-anak muda aktivis Islam itu. Bahkan sebenarnya, rusaknya kehidupan bangsa kami saat ini, tak lepas dari kebodohan cara-cara politik mereka. Mereka menyebut dirinya “partai dakwah”, padahal
usaha-usaha politiknya sangat merusak kehidupan umat Islam. Mereka turut mensukseskan gerakan liberalisasi yang saat ini sangat kuat melanda Indonesia. Insya Allah partai PAS dan PKR di Malaysia tidak seperti kelompok politik itu.
Penutup
Kami berharap dengan setulus hati agar kiranya bangsa Malaysia, khususnya umat Islam, bersabar dan bijaksana dalam mengawal proses-proses politik. Capailah perbaikan dan kemajuan secara gradual, bukan emosional atau dilandasi kemarahan. Bersikaplah yang tenang, bijak, dan tidak tergesa-gesa. Jangan terburu nafsu untuk menumpahkan segala amarah politik, sebab akibatnya nanti akan sangat menyakitkan.
Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah itu lembut, Dia menyukai kelembutan. Dia memberi di atas kelembutan, apa yang tidak diberikan di atas kekerasan/ketergesaan.” (HR. Muslim). Dalam hadits lain, Nabi bersabda: “Sesungguhnya Allah itu lembut, Dia menyukai kelembutan dalam seluruh perkara.” (HR. Bukhari Muslim). Dalam hadits lain, Nabi Saw. juga bersabda: “Sesungguhnya kelembutan itu tidak terletak pada sesuatu, melainkan akan menghiasinya dengan keindahan. Dan tidaklah kelembutan itu tercabut dari sesuatu, melainkan akan menambah kejelekan padanya.” (HR. Muslim). Dalam satu riwayat dikatakan, “Ketergesa-gesaan itu adalah dari syaitan.”
Hadits-hadits di atas maknanya sangat agung. Jika ingin kebaikan, maka kita harus menjaga ketenangan hidup masyarakat; sebaliknya, jika ingin menyuburkan kejelekan, maka buatlah masyarakat menjadi beringas, emosional, marah, anarkhis, dan sebagainya. Nanti di balik semua kejelekan itu tidak akan muncul kebaikan, malah menyuburkan fitnah.
Umat Islam Malaysia tidak akan mampu membuat perbaikan, kemajuan, dan kekuatan jika menempuh cara-cara kekerasan, silang sengketa, saling menghujat, saling marah satu sama lain. Tidak ada perbaikan terjadi dengan cara-cara itu. Melainkan, perbaikan harus dibangun dengan sabar, dengan tekun, dengan damai, saling berbagi, saling kerjasama, dan sebagainya. Oleh itu waspadalah terhadap suara-suara yang selalu membakar amarah, mengencangkan sitegang, merusak ukhuwwah, memecah-belah, serta menyuburkan permusuhan di tubuh umat Islam.
Ketika Reformasi 1998 berjalan di Indonesia, saya pribadi belum mencapai bekal yang cukup untuk berbicara kepada masyarakat. Namun kini, sekurangnya saya telah belajar dari pengalaman-pengalaman di negeri kami.
Manakala melihat perkembangan politik di Malaysia berjalan sepertimana yang dulu kami alami, ada kerisauan besar di hati. “Jangan sampai kaum Muslimin di negeri ini akan mengalami petaka seperti kami,” begitulah alasan saya. Tidaklah yang kami inginkan, melainkan agar Anda terhindar dari malapetaka yang sangat menyakitkan.
Saya yakin, seperti apapun situasi di Malaysia saat ini, apakah karena harga premium naik, kasus korupsi, ketidak-adilan politik, dan lainnya, semua itu masih jauh lebih baik daripada kondisi yang kami alami di Indonesia. Kehidupan Anda sekalian disini masih jauh lebih mudah. Maka syukuri apa yang ada dan jangan disia-siakan.
Ingat selalu firman Allah Ta’ala: “Jika kalian bersukur, maka Aku (Allah) akan menambah nikmat-Ku, namun jika kalian kufur, ingatlah sesungguhnya adzab-Ku (bagi orang-orang yang tidak bersyukur) sangat pedih.” (Surat Ibrahim: 7). Begitu pula Nabi berpesan: “Lihatlah kepada yang di bawah kalian, jangan melihat yang dia atas kalian. Yang demikian itu agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah.”
Bilamana ada kesulitan-kesulitan, maka seluruh dunia pun kini menghadapi kesulitan. Krisis pangan dan minyak bumi menimpa semua bangsa-bangsa. Manakah negeri-negeri Islam yang tidak dilanda kesulitan? Hingga di negeri seperti Kerajaan Saudi Arabia (KSA) pun ada kesulitan. Jadi amat berlebihan bilamana Anda menuntut kesempurnaan di masa yang penuh kekurangan ini. Hanya di syurga Allah amal-amal hamba yang shalih akan di balas dengan sempurna. Di syurga tidak ada krisis pangan, tidak ada krisis premium, tidak ada krisis politik, bahkan tidak dibutuhkan demokrasi.
Demikian yang bisa saya kemukakan. Mohon dimaafkan atas segala silap dan kekurangan. Syukran jazakumullah khairan katsira atas segala perhatian dan pengertiannya. Semoga upaya ini bermanfaat bagi Anda sekalian, umat Islam di Nusantara, dan bagi kami disini. Marilah kita saling mendoakan, agar situasi di negeri kita masing-masing diberi pertolongan oleh Allah Ta’ala. Allahumma amin. Bagaimanapun, orang-orang beriman satu sama lain saling bersaudara. “Bahwasanya orang-orang beriman itu saling bersaudara.” (Surat Al Hujurat: 10).
Wallahu a’lam bisshawaab.
Selesai ditulis di Bandung, hari Rabu, 25 Juni 2008, waktu Dhuha.
Oleh Abu Muhammad Waskito.
================================
Tentang Penulis
Lahir di Malang, Jawa Timur, tahun 1972. Menulis buku-buku keislaman populer, sejak tahun 2001. Sampai saat ini telah menulis lebih dari 15 naskah buku, sebagian besar sudah diterbitkan. Sebagian contoh karya buku: 10 Sikap Positif Menghadapi Kesulitan Hidup (Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001); Menepis Godaan Pornografi (Darul Falah, Jakarta, 2005); Life Is Beautiful: Hidup Tanpa Tekanan Stress (Pena Pundi Aksara, Jakarta, 2005); 21 Resiko Buruk Busana Seksi (Pustaka Al Kautsar, Jakarta, 2006); Muslimah Wedding: Bila Hati Rindu Menikah (Pustaka Al Kautsar, Jakarta, 2007); Hidup Itu Mudah (Khalifa, Jakarta, 2007). Hubungi penulis lewat e-mail: areabuku@gmail.com.